Ilustrasi |
Pasalnya, ada pihak lain dari warga masyarakat setempat yakni Hj. Hawang Binti Samadda dan Abd. Hikayat yang turut mengaku sebagai pemilik sesuai rincik tanah yang dimilikinya.
Hj. Hawang Binti Samadda dan Abd. Hikayat melalui Kepala Pusat Lembaga Pengaduan, Pengawasan, dan Perlindungan Hak Asasi Manusia (LP3 HAM) Sulsel, Sulemana SH, dalam rilisnya mengemukakan, pemprov Sulsel perlu memperjelas letak lokasi tanahnya yang tercatat di dalam SHP Nomor 2/Sudiang. Sebab menurut Sulemana, lokasi tanah tersebut disebutkan berada di atas tanah yang tercatat di dalam rincik tanah yang dimiliki Hj. Hawang Binti Samadda dan Abd. Hikayat.
Menurut Sulemana, SHP Nomor 2/Sudiang itu abal-abal sebab sertifikat tersebut diterbitkan tahun 1992 sedangkan data fisik berupa surat ukur penerbitannya tahun 2007, hal tersebut tidak lazim terjadi dalam penerbitan hak atas tanah. Selain itu tidak dilengkapi dengan data Yuridis dan data fisik yang di jahit menjadi satu yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
“Menurut Pengetahuan kami bahwa sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN Kota Makassar itu memuat data Yuridis dan data fisik yang di jahit menjadi satu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sedangkan SHP Nomor 2/Sudiang tidak ada data yuridis dan data fisiknya seperti itu,” tulis Sulemana.
Selain itu, Sulemana menuding Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar tidak cermat mengolah data sebelum menerbitkan sertifikat. “Alas hak apa yang dijadikan dasar untuk menerbitkan sertifikat itu (SHP Nomor 2/Sudiang). Sedangkan tanah itu tidak pernah dibebaskan,” ujar Sulemana.
Dia berharap, pihak pemprov Sulsel dapat merespon kehendak Sulemana untuk terjadi mediasi agar persengketaan tanah ini dapat terselesaikan.
Terpisah, Ketua LSM Peduli Rakyat (PERAK), Muh. Roem Hehawahuwa S.Sos, mensinyalir selama ini banyak tanah milik masyarakat yang dicaplok pemerintah. Namun hal itu terungkap setelah era reformasi ini .
“Kalau belum pernah membebaskan tanah itu, hendaknya pemerintah jangan seenaknya mencaplok tanah yang dimiliki warga meski bukti kepemilikannya masih sebatas rincik yang rutin dibayar pajaknya,” ujar Roem.
“Tapi kalau benar tanah itu sudah dibebaskan, maka patut dicurigai adanya aroma korupsi, sebab pemilik tanah belum pernah terima uang pembebasan,” tambah Roem didampingi tim investigasinya A.M. Yusuf SH.
Sejauh ini belum diperoleh keterangan konfirmasi baik dari pihak pemprov Sulsel maupun dari pihak BPN Makassar. (isk)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !