Headlines News :

Ads google

Program Umrah 9 dan 13 Hari PT. Maharani Tours

Program Umrah 9 dan 13 Hari PT. Maharani Tours
Jl. Gn. Bawakaraeng No. 111E (Depan SPBU Terong) Telp. 0411-420600 WA 085395591962 Makassar

Propellerads

PropellerAds
Home » , » Mayday 2016, Momentum Menagih Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Perlindungan Hak Pekerja

Mayday 2016, Momentum Menagih Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Perlindungan Hak Pekerja

Written By komando plus on Sabtu, 30 April 2016 | 18.18.00

KOMANDOPLUS : Saat ini kita hidup pada zaman “Yang kaya disantuni, yang miskin dipinggirkan. Yang kuat diampuni, yang lemah dipukuli”. Ini tidak berlebihan, karena belakangan ini Pemerintah seakan mengabaikan tanggung jawabnya terhadap rakyatnya. Khususnya kepada kaum pekerja. Dalam Undang-undang jelas tertulis, bahwa Pemerintah menjamin pekerjaan yang layak dan penghasilan yang layak bagi rakyat. Artinya Pemerintah menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak sekaligus dengan penghasilan yang layak. Namun, alih-alih berpihak pada buruh, Presiden justru menjual dengan murah pekerjanya ke investor asing.

Yang terbaru, Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 dengan dalih kepastian dan kestabilan upah pekerja, dalam hal ini yang diuntungkan adalah pengusaha dan investor. Sedangkan bagi buruh, PP No. 78 tersebut adalah musibah di tengah musibah. Ya, disaat upah pekerja Indonesia yang masih di bawah standar hidup layak, PP No. 78 hanya mengatur kenaikan berdasarkan tingkat inflasi pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Sebelumnya, upah ditentukan berdasarkan kenaikan harga kebutuhan hidup layak (KHL) ditambah dengan tingkat inflasi pertumbuhan ekonomi.

Dibandingkan Thailand dan Vietnam, upah pekerja Indonesia masih dibawahnya. Apalagi jika dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, upah pekerja Indonesia jauh tertinggal. Padahal sumber daya infrastruktur di Indonesia lebih baik dan lebih lengkap. Buruh setuju dengan aturan kepastian dan kestabilan upah jika upah saat ini sudah sesuai dengan standar kehidupan layak. Apalagi Indonesia masih menganut 60 item KHL, di negara lain sudah diterapkan 84 item KHL. Oleh karena itu, perjuangan upah akan selalu digemakan oleh serikat pekerja/buruh sampai pemerintah memenuhi tanggung jawabnya dalam melindungi hak pekerja.

Kepiluan nasib pekerja tidak berhenti di sini. Di tengah maraknya isu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pemerintah seakan tidak berdaya menghadapi serbuan pekerja asing. Ironisnya, sebagian dari pekerja asing tersebut bekerja pada proyek pemerintah. Pemerintah terlihat seperti lepas tangan, pekerja Indonesia dibiarkan bersaing bebas dengan pekerja asing. Ini tentu bertolak belakang dengan amanah Undang-undang. Seharusnya pemerintah menerapkan kebijakan pekerja asing yang melindungi pekerja lokal dalam hal kesetaraan hak: upah, kesempatan kerja dan lain-lain.

Di Britania Raya contohnya, Serikat Pekerja berhasil mendorong pemerintah untuk menerapkan kesetaraan upah dan kesempatan kerja. Karena jika dibiarkan, pekerja asing yang notabene berasal dari negara investor tentu akan sangat diuntungkan dan diberikan tempat lebih baik oleh investor.

Seolah tidak kehabisan jurus untuk menyengsarakan rakyat, Pemerintah saat ini berencana memberikan tax amnesty kepada “pengemplang pajak”. Tax Amnesty menciderai pekerja. Ketika pekerja dikendalikan upahnya menjadi murah melalui PP 78/2015, orang yang tidak bayar pajak justru diampuni. Oleh karena itu, kaum buruh menolak keras tax amnesty. Padahal selama ini pekerja dipaksa untuk taat pajak. Pada saat menerima upah secara otomatis dipungut pajak, belanja di pasar secara otomatis dikenakan pajak.

Ditengah rendahnya tax ratio Indonesia yang hanya sekitar 11 persen, dan keluhan Dirjen Pajak akan rendahnya kesadaran membayar pajak, maka tax amnesty merupakan kebijakan yang ngawur. Sebagai pembanding, tax ratio Malaysia dan Thailand sekitar 16 persen, sedangkan di negara maju tax ratio mencapai 40 persen. Jika penerimaan pajak meningkat, pemerintah akan lebih mudah dalam mensejahterakan rakyat dan tidak bergantung dengan program CSR perusahaan, yang sebagian dari mereka adalah pengemplang pajak.

Dari semua itu, maka layak kita pertanyakan keberpihakan Pemerintah dalam melindungi hak pekerja. Dan Pemerintah harus selalu diingatkan akan kewajibannya melindungi hak rakyatnya. Mayday 2016 adalah momentum yang tepat untuk menagih tanggung jawab Pemerintah dalam melindungi Hak Pekerja. (*)

Oleh: Rakhmat Saleh (Wakil Presiden ASPEK Indonesia dan Pengurus KSPI Sulsel)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Design Editor by Iskandar
Copyright © 2014. Komandoplus - Media Cyber - Email: redaksikomandonews@gmail.com
_____________