Haris Baginda |
Apalagi UN Swissindo telah melakukan deklarasi di Sulsel, Jumat (26/8/2016), disusul pelaksanaan aklamasi akbar di lapangan Monas depan istana negara, Minggu (16/10/2016), diikuti sedikitnya sepuluh ribu massa dari berbagai kabupaten/kota provinsi se Indonesia dan sejumlah perwakilan negara sahabat yang mengumumkan bahwa UN Swissindo telah membebaskan utang anggota TNI/Polri, PNS dan rakyat Indonesia di bank maupun di leasing sejak 4 Feberuari 2016 lalu secara non tunai.
Betapa tidak, kalangan nasabah debitur menyetop bayar kewajiban kreditnya lantaran yakin utangnya telah dilunasi UN Swissindo. Sedangkan pihak perbankan dan leasing menolak alasan itu, terlebih berdalih tidak pernah menerima pembayaran tunai terkait urusan pelunasan kredit nasabah debiturnya.
UN Swissindo selain mengklaim telah menitipkan dananya di Bank Indonesia (BI) dan enam prime bank yakni bank BCA, Danamon, Mandiri, BNI, BRI, dan Bank Lippo Grup yang diperuntukkan pembebasan utang rakyat itu, juga berpegang pada surat berharga sertifikat Bank Indonesia (SBI) tahun 2012 bernilai Rp 4.500 trilyun yang didalamnya tertera nama dan tanda tangan Darmin Nasution selaku Deputy Senior BI dan Mulyaman Hadad selaku Direktur BI.
Sertifikat BI itulah yang kini menuai polemik lantaran pihak BI selaku penerbit dinilai enggan menyatakan secara resmi pengakuan akan legalitas surat berharga tersebut, sementara pihak UN Swissindo mengklaim keabsahannya sebagai surat berharga yang berlaku.
Terkait ihwal itu, meski ada edaran dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut SBI yang dipegang UN Swissindo adalah palsu atau ilegal, disusul pernyataan pihak BI yang menyatakan hal yang sama, namun oleh pihak UN Swissindo menilai statement itu tidak cukup sebab dinyatakan oleh orang yang bukan pemilik nama dan tandatangan yang tertera di dalam SBI tersebut.
Juru bicara UN Swissindo wilayah Indonesia Timur (Intim), Haris Baginda, yang ditemui mengatakan tidak mengakui segala pernyataan baik dari OJK maupun dari BI sepanjang pernyataan itu bukan datangnya dari orang yang nama dan tanda tangannya tertera di dalam SBI itu termasuk penanggung jawab BI selaku lembaga penerbit SBI.
Orang yang dimaksudkan Haris itu yakni Darmin Nasution selaku mantan Deputy Senior BI yang sekarang menko perekonomian dan Mulyaman Hadad selaku mantan Direktur BI yang sekarang ketua OJK Pusat, termasuk Gubernur BI Agus Martowardoyo selaku penanggung jawab BI.
“Yang paling mengetahui legal tidaknya SBI itu adalah kedua orang yang tertera nama dan tandatangannya itu (Darmin Nasution dan Mulyaman Hadad maksudnya, red) termasuk pak Agus Martowardoyo selaku Gubernur BI,” ujar Haris di kantor sekretariat markas besar UN Swissindo wilayah Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua) jl. Arif Rate No. 29 Makassar, Kamis (17/11/2016).
“Beliau-beliau itu diminta untuk berbicara. Benarkah itu adalah tanda tangan mereka. Benarkah mereka menandatangani SBI itu. Kalau benar katakan benar dan lanjutkan dengan pembayaran. Kalau tidak katakan juga tidak supaya dilanjutkan dipengadilan. Nanti di pengadilan diuji kebenarannya setelah melalui uji laboratorium forensik. Kalau pengadilan memutuskan itu tidak sah, ya gubernur BI umumkan ke publik, lalu kita bubar, selesai persoalan,” kata Haris yang mengaku heran dan mempertanyakan sikap diam ke tiga pejabat itu ditengah ramainya publik memperbincangkan keabsahan tandatangan tersebut.
Andi Mallanti SH |
“Untuk menghindari timbulnya opini publik yang ‘macam-macam’ hendaknya mereka harus bicara. Jangan diam, kasihan rakyat utamanya nasabah debitur perbankan dan leasing,” ujarnya.
Sementara advokat UN Swissindo, Yunasril Yusar SH, mengatakan tidak ada untungnya main-main dengan membawa nama lembaga resmi nasional dan internasional dalam urusan ini.
"Untuk apa kita main-main dengan mambawa nama lembaga resmi nasional dan internasional, apa untungnya," pungkasnya. (*)
Laporan: Sambar.
Editor: Iskandar.(Isk)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !