Pentingnya Komunikasi Antara Polisi, Pers dan Aktivis

Tak dapat dipungkiri, setiap kebijakan yang menimbulkan pro dan kontra tentunya akan disikapi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan bakal munculnya berbagai macam aksi unjukrasa untuk menolak rencana kebijakan pemerintah itu.
Di Makassar sendiri, unjukrasa menentang kebijakan tersebut sudah mulai dilakukan sejumlah mahasiswa dan aktivis. Aksi bakar ban, menutup jalan dan bahkan menyandera mobil tangki bensin menjadi pemandangan yang lazim sebagai cara agar pemerintah bisa ‘melek’ dengan tuntutan para mahasiswa.
Dalam negara demokrasi, unjukrasa merupakan salah satu pilihan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Unjukrasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.
Lalu bagaimana sikap polisi? Aparat kepolisian diharapkan menjadi lembaga yang mampu mengawal demokrasi ini dengan penuh netralitas. Undang-undang pun mengamanatkan agar lembaga polisi wajib untuk memberikan perlindungan dan pengawalan terhadap masyarakat yang menyuarakan aspirasi terhadap kebijakan pemerintah.
Meski demikian, polisi pun harus mampu menjaga hak-hak masyarakat lain yang merasa terganggu dengan pola menyuarakan demokrasi yang berlebih. Antara lain mengganggu para pejalan kaki, pengguna kendaraan dan masyarakat umum. Di sana, ada hak masyarakat lainnya yang juga perlu untuk dikawal.
Jadi tak heran, terkadang langkah preventif dilakukan polisi guna mengawal hak masyarakat lain terhadap pola demokrasi mahasiswa atau aktivis jika sudah mengarah kepada anarkismi.
Terlepas dari itu, adapula peran pers yang diharapkan mampu memberikan informasi yang benar dan tidak menjadi provokasi. Artinya, pers wajib menginformasi sesuatu yang baik dan benar. Tidak dipungkiri, terkadang ada pers yang kebablasan dalam memberitakan informasi hingga isinya tidak mencerminkan pencerahan kepada masyarakat. Malah, pemberitaan yang disajikan memberikan efek provokasi hingga timbul riak-riak di masyarakat.
Namun demikian, pers tidak berarti harus kehilangan ‘taji’ dalam mengkritik kebijakan yang dilontarkan pemerintah. Sebagai salah satu alat kontrol, pers harus mampu terdepan dalam mengawal kepentingan masyarakat banyak.
Polisi, pers dan aktivis merupakan bagian dalam dunia demokrasi yang harus saling menumbuhkan komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, yakin dan percaya berbagai riak akan terus terjadi. Utamanya di bumi Sulsel yang punya karakteristik ‘keras’ dalam menyuarakan kepentingan masyarakat.
Hal inilah yang perlu dipahami oleh aparat kepolisian utamanya, Kapolda Sulsel yang baru, Irjen Pol Mudji Waluyo. Masyarakat Sulsel menaruh harapan besar terhadap keamanan melalui polisi, pers dan aktivis. Semoga, ada komunikasi terhadap ketiganya agar masyarakat Sulsel merasakan tentram, dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari masing-masing yakni polisi, pers dan aktivis bisa menjalankan tugas masing-masing dalam mengawal demokrasi sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
(Penulis adalah Jurnalis di Makassar)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !