Headlines News :

Ads google

Program Umrah 9 dan 13 Hari PT. Maharani Tours

Program Umrah 9 dan 13 Hari PT. Maharani Tours
Jl. Gn. Bawakaraeng No. 111E (Depan SPBU Terong) Telp. 0411-420600 WA 085395591962 Makassar

Propellerads

PropellerAds
Home » » Issu ‘86’-kan Kasus, Merebak Di Dit Polair Sulsel

Issu ‘86’-kan Kasus, Merebak Di Dit Polair Sulsel

Written By komando plus on Minggu, 15 Januari 2012 | 18.07.00

Kabar miring merebak di Dit Pol Air Polda Sul Sel dan mengarah ke Kasubdit Gakkum, AKBP Aidin Makadomo, SH, MH, yang diduga membebaskan tersangka setelah terima uang Rp 15 juta. Tapi dia membantahnya dengan menyebut nama Allah. Namun pihak LSM menilai, ada indikasi kuat yang memungkinkan kebenaran kabar itu.

MAKASSAR – KOMANDO Plus : Dibebaskannya tersangka pelaku kasus bom ikan lelaki Ilham, warga pulau Sumanga kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan (Sulsel), setelah meringkuk di sel tahanan selama beberapa hari, membuat sejumlah warga merasa kesal lantaran menilai sikap yang ditempuh oleh petugas Pol Air tak memberikan efek jerah.

Dalam kasus bom ikan yang terjadi pada akhir tahun silam (28/12/2011) di wilayah perairan kabupaten Pangkep itu, Ilham tidak sendiri yang dibekuk, melainkan ada lelaki Hamnur yang kini sedang meringkuk di sel tahanan menunggu proses hukum lanjutan.

Sejumlah barang bukti (BB) disita polisi berupa 38 botol bom ikan yang sudah dirakit (termasuk detonator dan sumbu) serta ikan hasil pengeboman 15 kg. Namun kapal dan kompresor tidak dibawa serta, dengan alasan kondisinya rusak, terlebih kondisi ombak di laut yang tidak memungkinkan.

Namun di balik itu, menjadi buah bibir di kalangan nelayan yang curiga terhadap pemerosesan kasus itu, sebab tidak biasanya barang bukti berupa kapal dan kompresor itu tidak diikutsertakan bersama dengan tersangka ke Dit Polair.

Lalu merebaklah kabar bahwa dibebaskannya Ilham dan tidak disertakannya kapal dan compressor sebagai barang bukti karena adanya penyerahan uang dari pihak tersangka ke perwira Dit Pol Air Polda Sul Sel.

Informasi yang diperoleh menyebutkan, tersangka Ilham telah dilepaskan dari tahanan karena ada pembayaran Rp. 15 juta. Pengakuan dari sumber yang layak dipercaya mengatakan, uang tersebut dari H. Sunar melalui perantara H. Mansyur menyerahkan uang kepada Kasubdit Gakkum Pol Air Polda Sul Sel. Namun tanggal dan tempat penyerahan uang tersebut dirahasiakan oleh sumber itu.

Bahkan, menurut sumber, kehadiran H. Mansyur sebagai ‘mediator’ dalam kasus tersebut memungkinkan urusan itu lancar, sebab diketahui hubungan H. Mansyur dengan AKBP. Aidin Makadomo cukup dekat.

Sumber lain menambahkan, tersangka Ilham bukan lagi anak dibawah umur, dan kapal tersebut tidak rusak dan bukan jolloro sebagaimana didalihkan oleh pihak Dit Pol Air. “Hanya karna adanya negosiasi sehingga Ilham dilepaskan dan kapal tidak diambil. Dan juga bukan jolloro tetapi kapal besar bermesin ganda yang bisa memuat sekitar 150 batang es balok,” sebut sumber.

Dijelaskan sumber, pelaku bom ikan itu biasanya berjumlah tiga orang, satu orang menjaga mesin kompresor yang digunakan sebagai alat penyedia udara pernapasan bagi penyelam, satu orang yang bertugas untuk melemparkan bom ikan ke laut, dan satu orang lagi yang bertugas sebagai penyelam untuk mengumpulkan ikan yang mati karena sengatan listrik dan getaran bom ikan tersebut.

“Jadi tidak benar kalau pelaku hanya satu orang. Dan saat itu sebanyak satu ton ikan hasil tangkapan dari Hamnur yang telah disita lalu dijual oleh oknum anggota Pol Air melalui seorang nelayan di pulau Sumanga,” ungkap sumber sembari menyebut oknum tersebut berinisial B.

Kasubdit Gakkum Pol Air Polda Sul Sel, AKBP. Aidin Makadomo, SH, MH dikonfirmasi di ruang kerjanya membantah isu tersebut. “Demi ALLAH, saya tidak pernah menerima uang dari H. Mansyur dan saya juga tidak mengenal orangnya,” bantahnya.

Aidin Makadomo menjelaskan, pelaku yang tertangkap ada dua orang yakni, Hamnur dan Ilham. Hamnur sendiri sudah jadi tersangka dan berkasnya tidak lama lagi akan dilimpahkan ke Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Sedangkan Ilham karena usianya empat belas tahun dan masih tergolong anak dibawah umur sehingga dilepaskan, dengan petimbangan jangan sampai ada aksi demo, dan juga tidak memenuhi unsur untuk dijadikan tersangka, namun Ilham menjadi saksi atas tersangka Hamnur.

Adapun BB yang disita berupa 38 botol bom ikan yang sudah dirakit. “Hanya kapal tidak dibawa serta karena kondisinya lagi rusak, apa lagi saat ini di laut ombak lagi kencang. Jadi kami takut jika terjadi sesuatu terhadap kapal itu, “ jelas Aidin Makadomo.

Dia akui, dalam kasus ini pernah dihubungi oleh salah seorang Kapolsek di Kab. Pangkep dan rekan-rekannya anggota Pol Air meminta tersangka dibebaskan. “Tapi karena menegakkan aturan hukum maka kami tidak menanggapi permintaan tersebut,” ujarnya.

Dia jelaskan, kepada penyidik tersangka mengaku membeli bahan bom ikan dari warga NTB dan transaksinya di tengah laut. Sehingga nama dan alamat penjual bahan bom ikan tersebut, mereka tidak tahu. Jadi tidak benar kalau bahan bom ikan itu dari warga Makassar, itu hanya mengada – ada saja.

Menaggapi hal itu, Direktur Komisi Nasional Pengawasan Aparatur Negara (Komnas Waspan-RI), Drs. Shaffry Sjamsuddin, mempertanyakan soal Ilham dilepaskan setelah ditahan lebih dari 1 X 24 jam. “Seharusnya setelah mengetahui usianya 14 tahun pada saat pertama diperiksa, maka anak itu harus segera dilepaskan. Tapi anehnya justru yang terjadi, Ilham ditangkap pada tanggal 28/12/2011 kemudian ditahan lalu dilepaskan pada tanggal 2/1/2012. Hal ini membuat kami pertanyakan ada apa dan mengapa terjadi demikian,” kata Shaffry sembari berharap Propam Polda Sul Sel menanggapi hal ini.

Sementara itu, Sekjen Lembaga Suara Maritim Indonesia, Iskandar, mengatakan dalam kasus bom ikan, yang tertangkap di laut mustahil jika tersangkanya tunggal sebab terkait beberapa orang. Paling tidak ada yang melemparkan bom ikan ke laut, ada yang bertugas menyediakan udara pernafasan melalui mesin compressor, ada yang bertugas menyelam mengumpulkan ikan, ada pemilik kapal atau perahu yang menyediakan sarana, dan ada pemilik bom ikan itu sendiri.

Menurut pengamatan Iskandar yang telah bertahun-tahun melakukan investigasi di laut mengatakan, jarang terjadi kapal atau perahu dan compressor diabaikan polisi jika mengetahui nelayan membawa bom ikan. “Pupuk (biasanya pupuk matahari sebagai bahan pembuatan bom ikan, red) saja yang ditemukan polisi di perahu nelayan, maka perahu dan mesin compressor pasti disita.

Dan tetap berlangsungnya persoalan bom ikan maupun bius ikan itu karena nelayan atau juragannya memberikan upeti bulanan ke petugas di setiap daerah dimana mereka beroperasi. “Jadi nelayan yang tertangkap itu biasanya karena faktor persaingan atau karena sentimen dari sesamanya nelayan maupun karena rasa ketidak-puasan oknum petugas,” kunci Iskandar. (NAS/KATO )
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Design Editor by Iskandar
Copyright © 2014. Komandoplus - Media Cyber - Email: redaksikomandonews@gmail.com
_____________