Cara penarikan paksa yang bukan atas perintah sita dari pengadilan dan juga tidak dilakukan oleh juru sita dari pengadilan terhadap barang agunan, kerap terjadi dan dilakukan oleh pihak perusahaan leasing (perusahaan pembiayaan) dalam menangani kredit menunggak. Cara itu dinilai identik dengan premanisme sebab mangabaikan cara-cara hukum perdata dalam menyelesaikan urusan perdata itu sendiri.
MAKASSAR – KOMANDO Plus : Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Sulsel menilai, penarikan secara paksa atas kehendak sendiri dan tidak didasari dengan surat perintah sita dari pengadilan terhadap barang berstatus agunan atas suatu kredit, adalah merupakan perbuatan pelanggaran pidana yang dapat diproses secara pidana bila diadukan (delik aduan) oleh korban.
Sebab penarikan secara paksa tanpa perintah sita dari pengadilan, dan adanya kredit menunggak dalam urusan pembiayaan, di dalamnya terdapat dua kasus berbeda dan saling berdiri sendiri. Yakni urusan kredit atau utang piutang adalah masalah perdata. Sedangkan penarikan secara paksa tanpa surat perintah sita dari pengadilan merupakan perampasan hak yang tergolong perbuatan pelanggaran pidana.
Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua LCKI Sulsel, Andi Baso Tenri Gowa, menanggapi terjadinya insiden sikap emional berbuntut pemukulan oleh Hidayat, oknum Kasatlantas, terhadap karyawan Tunas Mandiri Finance (TMF) di jl. Veteran Selatan, beberapa pekan yang lalu, lantaran terjadinya penarikan mobil milik Hidayat secara paksa oleh pihak TMF, dimana diatas kendaraan mobil tersebut terdapat seorang bocah perempuan putri Hidayat yang membuat Hidayat menghawatirkan keselamatan putrinya sehingga membuatnya panik.
“Seandainya pihak leasing menempuh cara-cara hukum perdata, yakni melalui saluran hukum di pengadilan perdata, saya kira insiden seperti itu tidak akan terjadi,” kata Andi Baso.
Yang lebih disayangkan, lanjutnya, kalau ada juga petugas polisi yang menyertai debt colector untuk melakukan penarikan paksa barang agunan yang bukan atas perintah pengadilan dengan dalih pengamanan, lalu sang petugas membiarkan penyitaan illegal itu terjadi di depannya. “Maka sang oknum petugas pun dapat di laporkan ke yang berwenang karena dapat diduga membiarkan terjadinya tindak pidana,” lanjutnya.
“Karena itu, LCKI Sulsel meminta kepada pihak perusahaan leasing jika merasa dirugikan oleh debiturnya agar menempuh saluran hukum yang ada dan menghindari cara main hakim sendiri yang berbau premanisme agar kemungkinan terjadinya tindak kekerasan dapat tercegah,” kunci Andi Baso. (Iskandar)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !